Kamis, 24 Desember 2015

STRUKTUR MENAJEMEN KONFLIK

Definisi Struktur Manajemen Konflik


 http://evEvaluasiproyek.blogspot.co.id/2015/12/struktur-menajemen-konflik.html

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
peran manajemen konflik dalam organisasi
Dalam sebuah organisai, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.
Para manajer bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan, demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada pihak-pihak lain. Riset membuktikan bahwa manajer menghabiskan waktu sebanyak 80 persen dari total waktu kerjanya untuk interaksi verbal dengan orang lain.
Ketrampilan memproses informasi yang dituntut dari seorang manajer termasuk kemampuan untuk mengirim dan menerima informasi ketika bertindak sebagai monitor, juru bicara (Spekesperson), maupun penyusun strategi.
Sudah menjadi tuntutan alam dalam posisi dan kewajiban sebagai manajer untuk selalu dihadapkan pada konflik. Salah satu titik pening dari tugas seorang manajer dalam melaksanakan komunikasi yang efektif didalam organisasi bisnis yang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti yang dimaksud dalam instruksi yang diberikan akan sama dengan arti yang diterima olh penerima instruksi demikian pula sebaliknya (the intended meaning of the same). Hal ini harus menjadi tujuan seorang manejer dalam semua komunikasi yag dilakukannya.
Dalam hal me-manage bawahannya, manajer selalu dihadapkan pada penentuan tuntuan pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani oleh bawahannya (role expectaties) dan konflik dapat menimbulkan ketegangan yang akan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual. Manajer yang baik akan berusaha untuk meminimasasi konsukensi negatif ini dengan cara membuka dan mempertahankan komunikasi dua arah yang efektif kepada setiap anggota bawahannya. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari ketrampilan interpersonalnya, yaitu kemampuan untuk menangani dan menyelesaikan konflik.
Manajer menghabiskan 20 persen dari waktu kerja mereka berhadapan dengan konflik. Dalam hal ini, manajer bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa pula sebagai mediator atau pihak ketiga, yang perannya tidak lain dari menyelesaikan konflik antar pihak lain yang mempengaruhi organisasi bisnis maupun individual yang terlibat di dalam organisasi bisnis yang ditanganinya.
Definisi Konflik :
Menurut Nardjana (1994) Konflik yaitu akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)
Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another.
yang kurang lebih artinya konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
Menurut Stoner Konflik organisasi ialah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17)
Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).
Ciri-Ciri Konflik :
Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai dengan gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.
Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah terjadinya Konflik :
1. Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt conflict)
Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
6. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhiprodukivitas kerja.(Wijono, 1993, 38-41).google-site-verification: googlef54fcfbd81291178.html

Sumber-Sumber Konflik :

1. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.
B. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok :
1) Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2) Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3) Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4) Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).
Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:

1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.
Dampak Konflik
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :

1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

            2. Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.

Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. 

            Strategi Mengatasi Menajemen Konflik

struktur menajemen konflik

Menurut , terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

            Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Menurut Wijono strategi mengatasi menajemen konflik, yaitu:

1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono , untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternatif
6) Memilih alternatif
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

            2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono, untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:
1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.
2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik
3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:
1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).
2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
3)Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

BEBERAPA CARA AMPUH MENGATASI KONFLIK EFEKTIF DAN MEMBUAT HUBUNGAN YANG BAIK ATASAN DAN BAWAHAN

BEBERAPA CARA AMPUH MENGATASI KONFLIK  EFEKTIF DAN MEMBUAT HUBUNGAN YANG BAIK  ATASAN DAN BAWAHAN


                                                       

            Dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar kelompok, konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi yang bagus tentang management skills dan personal development
Dari pandangan baru dapat kita lihat bahwa pimpinan atau manajer tidak hanya wajib menekan dan memecahkan konflik yang terjadi, tetapi juga wajib untuk mengelola/memanaj konflik sehingga aspek-aspek yang membahayakan dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin, dan aspek-aspek yang menguntungkan dikembangkan semaksimal mungkin.

Penyebab Konflik

Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
A. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
B. Faktor Organisasi
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
2. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
3. Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
4. Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.
5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
6. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
7. Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen

     Akibat-akibat Konflik
Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.
Akibat negatif
• Menghambat komunikasi.
• Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
• Mengganggu kerjasama atau “team work”.
• Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
• Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
• Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.

Akibat Positif dari konflik:

• Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
• Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
• Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
• Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
• Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.

   Cara atau Taktik Mengatasi Konflik
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul.
Diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa:
Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.
Pemecahan masalah terpadu: Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.

       Intervensi (campur tangan) pihak ketiga:

   Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
Hal-hal yang Perlu Diperhati-kan Dalam Mengatasi Konflik:
1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.
Salah satu kesulitan yang bakal dihadapi oleh seorang pemimpin terletak pada soal apakah ia akan mampu mengembangkan kualitas orang-orang yang dipimpinnya.
Ini bukanlah persoalan sepele, melainkan persoalan yang penting di seputar pembicaraan mengenai leadership, atau persisnya ketika kita berbicara tentang pemimpin sebagai people developer.
Julukan tersebut berarti bahwa pemimpin juga memegang kunci bagi perkembangan kualitas anak buahnya. Perkembangan anak buah menjadi penting karena ini juga akan menopang kemajuan pemimpin (khususnya) dan kemajuan organisasi (pada umumnya).
Karenanya, tidak patut bagi pemimpin untuk bersikap otoriter karena ia merupakan kunci kemajuan. Maksudnya, jika seorang pemimpin mampu menuntun anak buahnya mencapai kemajuan-kemajuan yang hakiki, maka tentu saja ini akan jauh lebih menguntungkan di masa depan, ketimbang bersikap otoriter dan egois.
Setelah berbicara tentang hal tersebut, kita perlu berbicara satu lagi tema penting, yakni bagaimana mengembangkan sikap dan sifat kepemimpinan (leadersehip). Ini adalah soal bagaimana mengembangkan kepemimpinan, dan bukan pengikut anda.
Seorang pemimpin harus siap sedia mengembangkan kemampuan dirinya, di samping memberikan kesempatan bagi anak buahnya untuk berkembang. Pemimpin yang mau berkembang, mengoreksi kesalahan diri, dan belajar dari pengalaman akan memiliki nilai lebih di mata orang-orang yang dipimpinnya. Mempelajari kepemimpinan juga sebenarnya bukan soal “buku tentang kepemimpinan” macam apa yang harus dibeli, melainkan juga tentang bagaimana anda mau belajar dari sekitar anda.
Tentu saja apa yang dijabarkan di atas baru sebatas wacana, alias konsep abstrak yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. Lalu pertanyaannya: bagaimana meningkatkan kualitas kepemimpinan sehingga anda bisa mencapai tingkat yang lebih tinggi?
1) Anda harus menyadari bahwa anda bisa belajar di sekitar anda. Cobalah untuk sejenak keluar dari ruangan anda dan menyapa orang-orang, mengobrol dengan mereka dan bertukar pengalaman. Ambil sesuatu dari obrolan yang terjadi di antara anda dan orang yang anda ajak ngobrol.
Dengan begitu, anda akan mampu menyerap lebih banyak pengetahuan dari mereka. Inti dari organisasi adalah hubungan orang perorang, bukan hubungan individual. Jadi pastikan bahwa anda bisa menyerap sesuatu dari hubungan antara anda dan orang-orang di sekitar anda.
2) Selanjutnya, evaluasi diri anda terus menerus. Jika terjadi konflik antara anda dan anak buah, anda harus mengevaluasi diri dan mencari tahu, apa yang salah dari dan mulailah mencari solusi berdasarkan kesalahan-kesalahan yang ada. Cara semacam ini akan lebih baik ketimbang pasif dan menunggu anak buah meminta maaf kepada anda.
3) Terakhir, wariskanlah sesuatu kepada anak buah anda. Warisan bisa berupa sikap, pengetahuan, maupun pengalaman. Menciptakan warisan berarti membantu anda mendorog organisasi ke tingkat yang lebih tinggi, satu hal yang yang akan menjamin kesuksesan organisasi di masa mendatang (walaupun anda telah pergi nantinya).
Hubungan pemimpin dan Anak buah bukan sekedar hubungan yang Kering
Salah satu ciri dari masyarakat yang hidup berkelompok adalah adanya keinginan dari anggota masyarakat untuk berinteraksi demi kemajuan kelompok. Ciri semacam ini merupakan satu ciri yang umumnya melekat di setiap kelompok masyarakat, sampai ke satuan terkecil seperti keluarga.
Nah, dalam bingkai yang lebih luas seperti organisasi, hubungan antar anggota organisasi merupakan salah satu hal yang menjadi kunci kesuksesan/kemunduran organisasi. Hubungan yang kuat antara atasan dan bawahan akan menjamin soliditas.
Sebaliknya, hubungan yang kering antara atasan dan bawahan justru akan berdampak terhadap kemunduran perusahaan. Tentu saja seorang pemimpin harus menghindari kemunduran, oleh karenanya anda sebagai seorang pemimpin harus mampu menciptakan suasana di mana hubungan harmonis terbangun di antara orang-orang yang anda pimpin. Pendek katak, hubungan atasan-bawahan yang kaku harus dihindarkan.
Dalam konsep pemimpin sebagai people builder, harmonisasi antara pemimpin dan anak buah menjadi lebih penting lagi, di mana pemimpin harus bisa menjadi jembatan yang mensinergikan kepentingan manajemen dan kemauan bawahan.
Artinya, anda sebagai seorang pemimpin harus memperhatikan bagaimana anak buah berkembang. Bagaimana kemauan mereka bisa terwujud melalui anda.
Serta jangan lupa, bagaimana mereka bisa berkembang lewat bantuan dari anda. Konsep semacam ini terkesan abstrak, namun bagaimanapun, anda tidak bisa berperan sebagai people builder jika tidak memberikan kesempatan bagi anak buah anda untuk berkembang. Sebuah organisasi tentu saja memerlukan kaidah-kaidah tertentu yang dimaksudkan sebagai penunjuk jalan yang membantu organisasi berkembang. Dan kaidah tersebut harus mampu mewadahi pendidikan bagi para karyawan/anak buah.
Secara singkat bisa dikatakan ini adalah tentang bagaimana sebuah organisasi merencanakan pengembangan dan rencana pembelajaran/pendidikan karyawan. Sebuah organisasi bukanlah organ pasif yang tinggal menunggu rencana berjalan begitu saja, melainkan sebuah mobil yang mesti diarahkan ke jalan yang benar.
Dari titik ini, pemimpin merupakan setir yang akan memandu mobil supaya ia bisa berada di jalan seharusnya, sesuai dengan garis visi dan sasaran yang ditetapkan. Supaya organisasi tetap berenergi, ia harus memberikan yang terbaik bagi dirinya sendiri, dan salah satu yang bisa dilakukan adalah mendidik anak buah agar tetap berada di jalan seperti yang seharusnya.
Sebagai pemimpin, anda mungkin bisa mendiskusikan kepada kolega atau supervisor lainnya tentang pendidikan lanjut bagi para karyawan. Anda bisa menyeleksi satu dua orang untuk dididik di luar organisasi; menyekolahkan anak buah tertentu, misalnya.
Tentu saja ini adalah satu contoh kasar yang bisa diterapkan lebih lanjut. Pada intinya, seseorang tidak akan berkembang apabila ia tidak diberi kesempatan. Oleh karena itu, ciptakanlah kesempatan bagi anak buah anda untuk berkembang secara maksimal. Rencana pendidikan/pelatihan manajemen untuk karyawan merupakan salah satu sarana untuk membangun mutu orang-orang (anak buah)........!


Sabtu, 12 Desember 2015

Asal muasal kuta pidie

Tulisan sederhana ini semoga bisa memberi jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang selama ini mengganjal dalam benak kita tentang sejarah Pidie. Sejarah sangat penting untuk mengetahui masa lalu dan tindakan masa depan, sebagaimana pernah disampaikan Prof T Ibrahim Alfian (1972) bahwa sejarah mempunyai nilai aplikasi praktis dan kegunaan sosial yang langsung, membentuk kepribadian, memperluas pandangan dan pengalaman.
Ulama besar Aceh tempo dulu, Sheik Abbas Ibnu Muhammad alias Teungku Kuta Karang pada tahun 1886 dalam kitab Maw’idhat al-Ikwan mengungkapkan tentang kegunaan langsung dan betapa pentingnya memahami dan belajar dari sejarah untuk memecahkan beragam pertanyaan yang mengemuka.
Sejarah bukan hanya sekadar berita masa lalu, tapi merupakan rangkain peristiwa yang saling berkesinambungan(continuity) dan melahirkan perubahan (change). Tugas sejarawanlah untuk menganalisa peristiwa-peristiwa masa lalu itu menjadi sebuah rangkaian jawaban.
Muasal Kata Poli
Mengapa daerah Pidie sekarang ini dulu dikenal sebagai Poli. Dari mana asal usul kata Poli tersebut? Sejarawan Aceh M Junus Djamil (1968) meyakini Poli berasal dari nama raja pertama yang membuka kawasan Pidie yakini Syahir Pauling yang berasal dari Siam.
Sejarawan Aceh lainnya, H M Zainuddin (1961) menilai, Poli berasal dari kata Pali, suku bangsa di Ceylon yang datang awal mula ke kawasan Pidie sekarang. Poli diyakini ada hubungannya dengan kata Melayu Polinesia. Asaliah lainnya dari kata Pungli pusat kerajaan bangsa Bari di lembah Sungai Nil. Bangsa Bari ini merupakan bangsa yang memuja ruh. Mereka suka memakai gelang kaki dari gading.
Sejauh mana korelasi Pidie masa lalu dengan Melayu Polinesia dan Bangsa Bari di lembah sungai Nil, ini juga perlu dikaji kembali untuk mendapatkan penjelasan yang jelas tentang sejarah Pidie itu sendiri secara menyeluruh, mulai dari awal hingga masa kini.
Pidie Pra Islam
Kajian pertama yang harus kita lakukan adalah mencari tahu siapa sebenarnya yang pertama hidup dan membangun komunitas dan membentuk kerajaan di Pidie ini. Saya lebih tertarik untuk mengkaji Pidie jauh sebelum kerajaan Poli atau Pedir, yakni pada masa Kerajaan Sama Indra.
Sejarawan Aceh M Junus Djamil (1968)  mengungkapkan, dalam kitab Umdatul-ilhab karangan Machdum Djohani disebutkan, masyarakat Pidie merupakan keturunan Syahir Pau Ling (Poli) yang berasal dari Siam. Ia yang pertama membuka daerah Pidie yang dinamainya Kerajaan Sama Indra. Kerajaan yang kemudian dalam perkembangannya menjadi Kerajaan Poli, lalu menjadi Pedir, dan berubah menjadi Pidie sebagaimana sekarang ini.
Machdum Djohani sebagaimana dikutip M Junus Djamil menjelaskan, Syahir Pau Ling ini merupakan empat bersaudara yang datang ke Aceh. Tiga saudaranya lainnya adalah:
  1. Syahir Nuwi, dikenal sebagai Pho He La, raja yang pertama membuka Kerajaan Peureulak.
  2. Syahir Tanwi, raja yang membuka Kerajaan Jeumpa, Bireuen.
  3. Syahir Dauli, raja yang membuka Bandar Lamuri, kerajaan Indra Purwa di Aceh Besar.
Keturunan merekalah yang setelah kedatangan Islam dikenal sebagai sukèe imum péut, golongan yang mendominasi pemerintahan di berbagai kerajaan di Aceh. Dominasi mereka juga diabadikan masyarakat Aceh dalam hadih maja.Sukèe lèe reutôh ban aneuék drang, sukèe ja sandang jeurah halleuba, sukèe tôk batèe na bacut-bacut, sukèe imum pèut nyang gok-gok dönya.
Bila merujuk pada keterangan Machdum Djohani tersebut, maka tahun lahirnya kerajaan Sama Indra di kawasan Pidie ini tak jauh beda dengan Peureulak, Jeumpa, dan Lamuri. Ini bisa menjadi salah satu point pertimbangan kita.
Pertanyaan selanjutnya, tahun berapa Sama Indra itu didirikan. Lalu dimana pusat kerajaan tersebut?.  M Junus Djamil menjelaskan, Syahir Pau Ling merupakan pimpinan rombongan Mon Khmer dari Asia Tengah yang datang ke Pidie beberapa abad sebelum tahun masehi. Ia tidak menyebutkan tahun pasti, serta tidak menjelaskan apakah ketika rombogan itu datang sudah ada penduduk asli di Pidie? Ini juga harus menjadi point selanjutnya yang harus kita gali.
Pada masa Kerajaan Sama Indra, penduduknya masih menganut agama yang dianut oleh bangsa Mon Khmer yakni agama Budha Mahayana atau Himayana yang kemudian juga berkembang agama Hindu. Kerajaan Sama Indra ini menjadi saingan Kerajaan Indra Purba (Lamuri) di sebelah barat dan Kerajaan Plak Plieng (Panca Warna) di sebelah Timur.
Tidak jelas apakah Plak Plieng ini sama dengan Kerajaan Sahe/Sanghela di Paya Seutui, Ulim yang menjadi cikal bakal Negeri Meureudu, atau Plak Plieng dan Sahe/Sanghela berkembang pada periode yang berbeda, atau apakah kedua kerajaan tersebut pecahan dari Sama Indra?.
Sejarahawan Aceh lainnya, H M Zainuddin (1961) menjelaskan, Kerajaan Pidie pada zaman purba kala – mungkin yang dimaksudnya adalah Sama Indra – wilayahnya mulai dari Kuala Batee sampai ke Kuala Ulim. Bila berpegang pada keterangan H M Zainuddin ini, maka Kerajaan Sama Indra sebagai cikal bakal Pidie, lebih tua dari Kerajaan Sahe/ Sanghela di Meureudu. Bisa jadi juga Sahe/Sanghela merupakan pecahan dari Sama Indra.
Ahli sejarah kuno, Winstedt menyebut Poli (Pidie) pada masa dulu merupakan daerah  makmur dan jaya yang terkenal dengan pelabuhannya. Pertanyaannya sekarang, di mana pelebuhan Pidie tempo dulu itu? Ini juga harus kita gali lebih jauh. H M Zainuddin menjelaskan, Pelabuhan Poli berbentuk genting. Ia menduga pelabuhan itu merupakan sebuah muara yang kini dikenal sebagai Kuala Batee. Keyakinan H M Zainuddin tersebut berdasarkan pada catatan musafir Tiongkok, Pa Hin (413 masehi) yang mengungkapkan tentang pelabuhan berbentuk genting tersebut.
Poli/Pedir dalam Riwayat Tiongkok
Sebagai sebuah kerajaan, Poli/Pedir membangun diplomasi dengan Tiongkok. Ini terungkap dalam kisah perjalanan musafir Tiongkok bernama Fa Hin (Fa Hian). Oleh H M Zainuddin dijelaskan, lawatan Fa Hian itu dilakukan pada masa Tiongkok dipimpin Dinasty Liang, pada awal abad V atau tahun 413 masehi.
Dalam catatan Fa Hian sebagaimana dikutip H M Zainuddin dijelaskan, kerajaan Pedir itu luasnya sekitar 100 X 200 mil, sekitar 50 hari perjalanan kaki dari timur kebarat, 20 hari perjalanan dari utara ke selatan. Wiayahnya terdiri dari 136 desa yang mata pencaharian penduduknya sebagain besar menanam padi dua kali setahun. Ada juga yang memelihara ulat sutra untuk menenun kain. Di kawasan pesisir Poli saat itu penduduknya sudah memakai kain, tapi di pedalaman masih memakai kulit kayu (cawat). Raja Poli/Pedir saat itu masih beragama Budha.
Tahun 518 masehi, raja Poli/Pedir mengirim utusannya ke Tiongkok untuk menjalin hubungan diplomatik. Membalas kunjungan tersebut, pada tahun 671 masehi Raja Tiongkok mengirim lagi utusannya ke Poli/Pedir. Utusan itu bernama I Tsing. Dia mengunjungi beberapa kerajaan pesisir di Sumatera, mulai dari Lamuri, Poli/Pedir, Pasia/Samudera, Peureulak hingga ke Dagroian. Namun tidak dijelaskan dimana Dagroian itu. Dalam kunjungan muhibah tersebut, selama lima bulan I Tsing tinggal dalam sebuah kampung berpagar bambu di pesisir Sumatera Utara.
Pedir Menjadi Kerajaan Islam
Menentukan hari jadi Pidie juga bisa dilakukan dengan menelusuri kapan Kerajaan Sama Indra berubah menjadi kerajaan Islam. Menentukan hari jadi Pidie dari awal Islam berkembang di Pidie lebih rasional dari pada beberapa point alternatif sebelumnya.
Menelusuri peralihan Hindu ke Islam di Pidie juga lebih mudah dari pada menentukan kapan kedatangan bangsa Mon Khmer, serta kapan Kerajaan Sama Indra didirikan. Jadi mari kita alihkan perhatian kita kepada peristiwa transisi kaimanan tersebut.
M Junus Djamil mengungkapkan, peralihan itu terjadi setelah Kerajaan Sama Indra diserang oleh Kerajaan Aceh Darussalam menjelang pertengahan abad IX hijriah atau antara akhir abad XIV  dan awal abad XV masehi. Berarti dalam tahun 840-an hijriah atau 1390-an sampai 1410 masehi.
Untuk lebih mendekati lagi tahun peralihan itu, kita bisa menelusuri siapa raja Kerajaan Aceh Darussalam yang melakukan penyerangan Sama Indra tersebut. Masih menurut M Junus Djamil penyerangan itu terjadi pada masa Kerajaan Aceh Darussalam dipimpin oleh Sulthan Mansur Syah I. Sulthan ini memimpin Aceh Darussalam pada periode 755 – 811 hijriah atau 1354 – 1408 masehi.
Setelah penyerangan oleh Kerajaan Aceh Darussalam tersebut, nama Sama Indra dihilangkan menjadi Negeri Pedir yang kini kita sebut sebagai Pidie. Pengaruh hindu di Pedir barus habi terkikis ketika Kerajaan Aceh Darussalam dipimpin oleh Mahmud II Alaiddin Johan Syah yang memerintah dari tahun 811 – 870 hijrian (1408-1465 masehi). Ia merupakan pengganti Sulthan Mansur Syah I.
Sulthan Mahmud II Alaiddin Johan Syah mengangkat Raja Husein Syah menjadi Sulthan Muda Pedir dengan gelar Maharaja Pedir Laksamana Raja. Kepadanya diberikan hak otonomi penuh untuk memerintah Pedir sebagai negeri otonom Kerajaan Aceh Darussalam.
M Junus Djamil merincikan, silsilah raja-raja Pedir selanjutnya adalah:
  1. Sulaiman Nur, anak Sulthan Husein Syah (Saudara Malik Munawar Syah, raja muda dan laksamana di Aru).
  2. Syamsu Syah (kemudian menjadi Sulthan Aceh Darussalam)
  3. Malik Ma’ruf Syah (Syahir Dauli I), putra Sulaiman Nur. Mangkat pada tahun 916 hijriah (1511 masehi) dikuburkan di komplek makam Teungku di Kandang, Keulibeuet, dekat kubur ayahnya, Sulaiman Nur.
  4. Ahmad Syah (Syahir Dauli II), putra dari Malik Ma’ruf Syah. Meninggal ketika kalah berperang melawan Sulthan Ali Mughayat Syah tahun 926 hijriah (1520 masehi) juga dikuburkan di Keulibeuet.
  5. Husein Syah, putra Sulthan Riayat Syah II (Meureuhom Kha) kemudian menjadi sulthan Aceh menggantikan ayahnya.
  6. Saidil Mukammil, putra Raja Firman Syah, 997 – 1011 hijriah (1589-1604 masehi). Merupakan ayah dari ibu Sulthan Iskandar Muda.
  7. Husein Syah II, putra dari Sulthan Saidil Mukammil.
  8. Meurah Poli, maharaja orang kaya Negeri Keumangan, dikenal sebagai Laksamana Panglima Pidie yang terkenal dalam perang menyerang Portugis di Malaka.
  9. Syahir Poli (Po Meurah) atau Maharaja Keumangan Po Rah. Bentara IX mukim Keumangan yang bergelar Pang Ulee Peunaroee. Saudaranya yang bernama Po Maneeh/ Po Nipeeh dijadikan Laksamana Negeri Pidie.
  10. Meurah Po Itam, Pang Ulee Peunaroe (Bentara Keumangan)
  11. Meurah Po Puan, Pang Ulee Peunaroe (Bentara Keumangan)
  12. Meurah Po Thahir, Pang Ulee Peunaroe (Bentara Keumangan) terkenal dalam perangPocut Muhammad dengan Poteu Jeumaloi (Sulthan Djamalul ‘Alam Badrul Munir) pada tahun 1152 hijriah (1740 masehi). Beliau mempunyai dia saudara: Murah Po Doom dan Meurah Po Johoo.
  13. Meurah Po Seuman (Usman) Pang Ulee Peunaroe
  14. Meurah Po Lateeh (Abdul Latif), Pang Ulee Peunaroe yang terkenal dengan istilah “Keumangan Teungeut”.
  15. Teuku Keumangan Jusuf, pemerintahannya sudah dalam masa perang Aceh melawan Belanda (di atas tahun 1873).
  16. Teuku Keumangan Umar, Uleebalang IX mukim Keumangan.
Kedatangan Pelawat Portugis
H Muhammad Said dalam makalahnya pada seminar Pekan Kebudayaan Aceh II, Agustus 1972  menjelaskan tentang kedatangan Ludovico di Varthema pelawat dari Portugal ke Pidie pada abad ke-15. Kedatangan Varthema itu ditulis oleh Prof D G E Hall dari Inggris dalam buku A History of South East Asia.
Dalam buku itu dijelaskan pada abad ke-15 Pidie yang disebut sebagai Pedir merupakan daerah yang sudah maju, setiap tahunnya disinggahi sekurang-kurangnya 18 sampai 20 kapal asing, untuk memuat lada yang selanjutnya diangkut ke Tiongkok, Cina.
Dari pelabuhan Pedir juga diekspor kemenyan dan sutra produksi masyarakat setempat dalam jumlah besar. Karena itu pula, banyak pendatang dari bangsa asing yang berdagang ke pelabuhan Pedir. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi warga pelabuhan waktu itu meningkat. Malah, Vartheme menggambarkan, di sebuah jalan dekat pelabuhan Pedir, terdapat sekitar 500 orang penukar mata uang asing. “So extensive was its trade, and so great the number of merchants resorting there, that one of its street contain about 500  moneychanger,”  tulis Varhtema.
Varthema oleh Muhammad Said disebutkan sama seperti Snouck Horgronje, yang masuk Islam untuk sebuah tujuan penelitian tentan dunia muslim. Sebelum ke Pedir, ia juga telah mempelajari Islam di Mekkah. Sesuatu yang kemudian juga dilakukan  Snouck Hourgronje dari Belanda, tapi Snouck lebih terkenal ketimbang Varthema, karena berhasil menulis sejumlah buku tentang Aceh.
Dalam catatannya Varthema mengatakan takjub terhadap negeri Pedir yang saat itu sudah menggunakan uang emas, perak, dan tembaga sebagai alat jual beli, serta aturan hukum yang sudah berjalan dengan baik, yang disebutnya“Strict Administration of Justice,”.  Selain itu, Varthema juga menulis tentang kapal-kapal besar milik nelayan yang disebut tongkang,  yang menggunakan dua buah kemudi. Ia juga mengupas secara terperinci tentang keahlian rakyat Pedir tentang perindustrian kala itu, yang sudah mampu membuat alat-alat peletup atau senjata api.
Jabatan Kehormatan  dari Sulthan Iskandar Muda
Ketika hendak menyerang Semenanjung Malaka, Sulthan Iskandar Muda mengunjungi Negeri Pidie dan Meureudu. Rapat besar dilakukan dengan Uleebalang dan panglima di dua negeri tersebut. Para pembesar yang hadir antara lain: Tgk Jalalauddin Fakih (Tgk Japakeh) Tgk Malem Dagang dan Panglima Pidie, Bentara Blang Ratna Wangsa, Meuntroe Adam, Bentara Keumangan, Bentara Seumasat Geuleumpang Payong, Bentara Puteh Mukim VIII, serta para petinggi negeri dan ulama di daerah itu.          
Kepada Sulthan Iskandar Muda diusulkan agar Malem Dagang diangkat menjadi Panglima perang menyerang Semenanjung Malaya. Hal itu diterima oleh Sulthan  dan Malem Dagang pun diangkat menjadi panglima. Rapat itu juga menghasilkan kesepakatan bahwa seluruh rakyat negeri Meureudu dan Pidie mendukung perang yang akan dilakukan Sulthan. Sulthan Iskandar Muda mengangkat dan mengambil sumpah pejabat pemerintahan di Negeri Meureudu dan Pidie. Kepada mereka diberikan gelar kehormatan Mentroe (Menteri) dan Bentara (perwira), serta panglima dan keujruen bagi Uleebalang yang menjabat di kuala dan rimba.
Jabatan kehormatan Meuntroe diberikan kepada, Meuntroe Banggalang, Aree, Garot Metareum dan Krueng Seumideun. Sedangkan jabatan kehormatan Bentara diberikan kepada Bentara Rubee, Ceubo, Titue Keumala, Gigieng, Pineung, Blang Gapu, Gampong Asan, Ndjong, Tanoh Mirah dan Luengputu.
Sementara jabatan kehormatan Keujruen diberikan kepada, Keujruen Teurusip, Aron Langieng, Musa, Pante Raja, Pangwa. Dan panglima yang menjaga perintah turun ke sawah diangkat Panglima Meugoe Unoe. Untuk memimpin armada dan tentara kerajaan yang akan menyerang Semenanjung Malaya itu, Malem Dagang dari Negeri Meureudu diangkat menjadi Panglima dengan jabatan panglima besar.
Kuburan di Pulo Puep
Satu bekas purba kala ditemukan di Gampong Pulo Puep, sekitar dua sampai tiga kilomter arah utara pasar Luengputu.  H M Zainuddin mengungkapkan, di gampong itu juga ditemukan kuburan dengan batu nisan yang sama seperti ditemukan di makam raja raja Pasai dan makan di Keulibeut. Kuburan itu ditemukan di sebuah tempat yang dinamai Pulo Gayo. Pada tahun 1939 H M Zainuddin pernah melakukan penelitian lansung ke tempat itu. Ia mengaku penasaran mengapa tempat itu dinamai Pulo Gayo sementara umumnya orang mengetahuyi Gayo itu berada di Aceh bagian tengah.

Dari pedududuk di Pulo Puep H M Zainuddin memperoleh informasi bahwa dahulu kala di daerah itu hanya ada beberapa gampong diantaranya: Pulo Piuep, Pulo Pisang dan Pulo Angkoi di dekat Kuala Putu (Luengputu) yang menyatu dengan Kuala Ndjong. Suatu waktu seorang raja dari Gayo datang ke daerah itu untuk menghadap raja Ndjong. Tapi sampai di kuala itu ia sakit dan beberapa hari kemudian meninggal. Ia dikuburkan di sana.
Beberapa tahun kemudian ahli waris Raja Gayo itu datang berziarah. Kuburan itu diperbaiki dan dipasang batu nisan yang berukir dengan huruf arab yang artinya “Di sini ada kuburan Raja Gayo”. Setelah itulah daerah di kuburan itu dinamai Pulo Gayo.

Ketika meneliti keberadaan kuburan tersebut, H M Zainuddin menemukan potongan-potongan batu nisan yang sudah runtuh dan jatuh ke dalam sebuah sungai kecil (alue). Dua potongan nisan itu diambil oleh H M Zainuddin. Ia merekam tulisan di potongan nisan tersebut dengan menggunakan karbon.

Dari penduduk Pulo Pueb H M Zainuddin juga memperoleh kabar bahwa tidak jauh dari Pulo Gayo itu nelayan di sana sering menemukan rantai suah kapal dan papan bekas perahu zaman dahulu. H M Zainuddin pun kemudian melanjutkan penelitiannya ke sana. Kesimpulannya, daerah itu merupakan salah satu daerah pelabuhan penting zaman dahulu di Kerajaan Pedir, malah jauh sebelum kerajaan itu terbentuk, yakni pada masa Pedir masih bernama Kerajaan Sama Indra.

Meski demikian, H M Zainuddin tidak bisa memastikan bagaimana bentuk dan susunan pemerintahan di kerajaan tersebut. Hanya saja ketika Kerjaan Aceh Darussalam telah terbentuk dan Pedir menjadi bagian federasi di dalamnya, diketahui bahwa Pedir yang saat itu sudah dipanggil dengan sebutan Pidie diperintahkan oleh banyak uleebalang di berbagai wilayahnya.

Para uleebalang itu bergelar meuntroe, panglima, imum, keujruen dan bentara, seperti: Meuntroe Banggalang, Meuntroe Garot, Bentara Rubee, Imum Peutawoe Andeue, Meuntroe Gampong Are, bentara Po Puteh Mukim VIII, Imum Lhokkadju, Meuntroe Metarem (Metareuem), Meuntroe Krueng Seumideum, Bentara Pinueng, Bentara Gigieng, Bentara Blang Ratnawangsa, panglima Meugeu, Bentara Keumangan, Meuntroe Adan, Bentara Seumasat Glumpang Payong, Bentara Blang Gapu (Ie Lubeu), Bentara Gampong Asan, Bentara Ndjong, Bentara Putu, Bentara Alue, Keujruen Aron, Keujruen Pencalang Rimba Truseb, Bentara Djumbo’, Bentara Titue, Bentara Keumala, Kejrueng Panteraja, Kejrueng Peurambat Pangwa, dan Keujrueng Chik Meureudu.

Para uleebalang tersebut memerintah sendiri negerinya yang langsung berhubungan dengan Sulthan Kerajaan Aceh Darussalam. Bahkan beberapa uleebalang diangkat oleh raja Kerajaan Aceh Darussalam pada masa diperintah oleh Sulthan Iskandar Muda. Mereka yang diangkat langsung oleh Sulthan Iskandar Muda merupakan para uleebalang baru untuk memimpin daerah yang baru dibuka waktu itu, seperti: Bentara Pineung, Bentara Gigieng, Panglima Meugeu, Imuem Peutawoe Andeue dan Ilot, Bentara Cumbo’, Bentara Titue dan Bentara Keumala.

Daerah itu dibuka oleh Sulthan Iskandar Muda untuk memperluas persawahan dan mengatur irigasi. Air dari Keulama dialirkan hingga ke persawahan melalui sungai kecil (lueng) ke setiap wilayah pertanian seperti Rubee, Iboh (Lueng Bintang), Ie Lubeu (Lueng Djaman), Mangki (Lueng Busu/Lueng Rambayan). Air dari Keumala itu juag ditersukan ke Lueng Alue Batee, Glumoang Payong, Unoe (Lueng Glumpang Minyeuk/Lueng Trueng Campli), Ndjong dan Lancok (Lueng Putu).

Semua jalur irigasi (lueng) itu digali secara bersama-sama oleh rakyat atas perintah Sulthan Iskandar Muda. Karena itulah negeri-negeri di Pidie dan Meureudu waktu itu kaya dengan berbagai hasil pertanian dan perkebunan. Malah pada zaman Sulthan Iskandar Mudan, negeri Meureudu dijadikan sebagai daerah lumbung pangan bagi Kerajaan Aceh Darussalam.

Pembangunan irigasi ke sawah-sawah di semua daerah itu juga melibatkan ulama-ulama setempat, seperti Tgk Di Waido (Lueng Bintang) atau sering disebut Tgk Di Pasi, kemduian Tgk Treung Campi di Glumpang Minyek yang membuka irigasi ke blang raya Glumpang Payong. Tgk Rubiah (Rubieh) di Meureudu dan beberapa tempat lainnya. Sampai sekarang para petani sebelum turun ke sawah melakukan khanduri blang di makam ulama-ulama tersebut.
Federasi Uleebalang XII dan VI
Pada masa kerajaan Aceh Darusalam diperintah oleh Sulthan Alauddin Mahmud Syah (1767 – 1787) terjadi kekacaun di berbagai dearah akibat perang saudara. Uleebalang yang satu menyerang wilayah uleebalang lainnya untuk memperluas daerah kekuasaan dan menguasai perkebunan. Untuk menghadapi hal tersebut, dibentuklah dua federasi uleebang di Pidie, yakni federasi uleebalang duablah (XII) dan federasi uleebang nam (VI).
Federasi uleebalang XII meliputi Teuku Raja Pakeh, Teuku Bentara Ribee, Meuntroe Banggalang, Teuku Bentara Blang, Bentara Tjumbok, Bentara Titue di bagian barat yang dipimpin oleh Teuku Raja Pakeh. Kemudian di bagian timur Meuntroe Adan, Bentara Seumasat Glumpang Payong, Keujrueun Aron, Keujruen Truseb, Bentara Ndjong, Bentara Putu, Bentara Gampong Asan yang dipimpin oleh Meuntroe Adan yang bergelar Meuntroe Polem kemudian menjadi Lakasama Polem.
Sementara federasi uleebalang VI terdiri dari: Bentara Keumangan (Panghulee Peunareu), Bentara Sama Indra (Mukim VIII), Bentara Pineung, Bentara Keumala, Panglima Meugeu, dan Bentara Gigieng. Federasi ini dipimpin oleh Bantara Keumangan.

Laksamana Polem kemudian mengawinkan anaknya yang bernama Teuku Muhammad Hussain dengan anak Teuku Bentara Ndjong. Ketika Teuku Bentara Ndjong meninggal ia tidak memiliki anak laki-laki, maka diangkatlah menantunya itu sebagai penggantinya oleh masyarakat setempat.
Kemudian Teuku Muhammad Hussain menikah lagi dengan anaknya Teuku Bentara Gampong Asan, karena perkawinan itu pula Gampong Asan berhasil dipengaruhinya. Dari sana ia menunaikan haji ke Mekkah. Sepulangnya dari Mekkah ternyata Laksamana Polem ayahnya sudah meninggal, maka diangkatlah dia menjadi laksamana dengan gelar Laksamana Tuan Haji Muhammad Hussain.
Laksamana Hussain sangat giat membangun perkebunan lada. Pada masa itu Bandar Pulau Pinang di semenanjung Malaka sudah dibuka oleh Raffles, maka Laksamana Hussain berangkat ke sana bersama rombongannya untuk misi dagang.

Pulang dari sana, ia memperluas perkebunan, untuk tujuan itu maka Bentara Putu diserang. Ia ingin mengambil dan menguasai perkebunan di perbukitan Paru, Musa dan Panteraja yang saat itu juga sudah mengembangkan perkebunan lada. Setelah menaklukkan daerah tersebut, Laksamana Hussain mendatangkan orang-orang Cetti dari Pulau Pinang untuk bekerja di perkebunan tersebut. Perkebunan itu di atas perbukitan Musa itu diatur oleh Haji Lam Ara, kawannya Laksamana Hussain ketika sama-sama naik haji ke Mekkah.

Laksama Hussain memmiliki 17 anak, anak-anaknya itu diminta untuk mengatur dan membuka wilayah perkebunan baru. Teuku Rajeu’ Main disuruhnya menjaga pantai sepanjang Blang Gapu, Ie Luebeu sampai ke Kuala Ndjong. Ia memerintah di sana dengan membuka peternakan sapi dan pertambakan, serta memperbanyak pukat (jaring) bagi para nelayan.

Anak Laksamana Hussain lainnya, Teuku Sjahbuddin disuruh untuk menetap di Panteraja. Di sana ia membuka perkebunan lada dan menikah dengan anak Kejrueng Beuracan. Anak Laksamana Hussain ada juga yang dinikahkan dengan Keujruen Chik Samalanga. Sementara anaknya yang tua, Teuku Mahmud membantunya memerintah di Kuala dan Keude Ndjong. Karena perkawinan anak-anaknya itulah pengaruh kekuasaannya Laksamana Hussain semakin melebar.

Kemudian anaknya yang perempuan bernama Pocut Atikah dikawinkan denan Teuku Raja Pakeh Dalam. Karena giatnya Laksamana Tuan Haji Muhammad Hussain membangun perkebunan dan memperluas kekuasan, ia menjadi uleebalang terkaya di Pidie melalui politik perkawinan anak-anaknya, hingga ia mendapat dukungan yang kuat.

Setelah Laksamana Tuanku Muhammad Hussain mangkat, maka diangkatlah Teuku Mahmud, anaknya sebagai pengganti degan gelar Laksamana Mahmud. Dalam pemerintahannya terjadi perang dengan negeri Meureudu, karena Meureudu menyerang untuk merebut wilayah Pangwa dan Trienggadeng. Panglima Siblok yang diangkat oleh Laksamana Mahmud untuk memerintah di Kejreuen Pangwa tak mampu melawan. Ia ditangkap dan dikirim ke Bentara Keumangan oleh panglima Meureudu karena negeri Meureudu waktu itu telah mengikat hubungan dengan federasi uleebalang VI.

Sampai di Keumangan, Panglima Siblok dibunuh. Karena itu Laksamana Mahmud marah besar. Ia menghimpun pasukannya untuk menuntut balas dan menyerang Negeri Meureudu. Dalam perang itu penglima perang negeri Meureudu Teuku Muda Cut Latif ditawan dan dikirim ke Bandar Aceh Darussalam untuk disidangkan oleh Sulthan.

Sulthan kemudian mendamaikan dua negeri tersebut dan panglima Meureudu dibebaskan, sementara wilayah Pangwa dan Trienggadeng diserahkan dalam pengawasan federasi uleebalang XII yang dipimpin oleh Laksamana Mahmud. Dari perdamaian itu kemudian anak Laksamana Mahmud dinikahkan dengan anak panglima besar negeri Meureudu, Teuku Muda Cut Latif.
Pidie Masa Kolonial Hingga Sekarang
Sejarah terus berlanjut dengan kedatangan bangsa asing ke nusantara, diantaranya Portugis, Inggris, dan Belanda. Misi dagang yang dibawa Belanda kemudian berujung dengan kekerasan bersenjata. Perang Aceh dengan Belanda pun berlangsung dalam waktu yang lama.
Ketika pusat Kerajaan Aceh (Dalam) berhasil direbut Belanda pada 24 Januari 1874, serta Sulthan Alaiddin Mahmud Syah mangkat pada 28 Januari 1874 karena wabah kolera, maka pusat kerajaan Aceh dipindahkan ke Keumala, Pidie. Belanda baru bisa menguasia Aceh secara de facto pada tahun 1904, yaitu ketika Belanda dapat menduduki benteng Kuta Glee di Batee Iliek.
Kemudian dengan Surat Keputusan Vander Guevernement General Van nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi menjadi enam Afdeeling (kabupaten) yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen. Salah satunya adalahAfdeeling Pidie.
Setelah Indonesia merdeka, pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang No 7 (drt) tahun 1956 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Pidie. Kemudian sejalan dengan meningkatnya aktivita pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Pidie, maka pada tahun 1988 Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat keputusan nomor 136.21 – 526 tentang pembentukan tiga wilayah pembantu Bupati Pidie, yaitu : Wilayah I dengan ibukotanya Kota Sigli terdiri dari 10 kecamatan, Wilayah II dengan ibokotanya Kota Bakti terdiri dari 7 kecamatan, dan Wilayah III dengan ibukotanya Meureudu terdiri dari enam kecamatan.
Keputusan Menteri Dalam Negeri ini kemuduan dijabarkan lebih lanjut melalui Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh nomor 061.1/851/1988, tanggal 1 November 1988, tentang susunan organisasi dan tata kerja kantor pembantu Bupati Pidie Wilayah I, Wilayah II dan Wilayah III, serta Kantor Pembantu Bupati Aceh Utara Wilayah Lhoksukon.
Menindaklanjuti kedua keputusan itu, Bupati Pidie kemudian mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 136/139/1989, tentang pedoman pelaksanaan tugas, fungsi, wewenang dan tanggungjawab serta hubungan kerja pembantu Bupati dalam daerah Tingkat II Pidie untuk Wilayah I, Wilayah II, dan Wilayah III. Nama-nama bupati Kabupaten Pidie hingga tahun 2007 sebagai berikut.

No
NAMA
MASA MENJABAT
1
T Cik Mat Sayed
1945 – 1946
2
Tgk Abdul Wahab Seulimum
1946 – 1949
3
Tgk Sulaiman Daud
1949 – 1952
4
T A Hasan
1952 – 1953
5
M Saleh Hasyem
1953 – 1954
6
Mohd Ali T Panglima Polem
1954 – 1955
7
Yuhana Datuk Nan Labih
1955 – 1956
8
Tgk Usman Azis
1956 – 1960
9
Tgk Ibrahim Abduh
1960 – 1965
10
Letkol Abdullah Benseh
1965 – 1967
11
M Husen
1967 – 1968
12
Letkol Abdullah Benseh
1968 – 1970
13
Hasbi Usman
1970 – 1970
14
Mahyuddin Hasyem
1970 – 1974
15
T. Sulaiman Effendi
1974 – 1975
16
Letkol Sayed Zakaria
1975 – 1980
17
Drs Nurdin Abdul Rachman
1980 – 1985
18
Drs Nurdin Abdul Rachman
1985 – 1990
19
Drs M Diah Ibrahim
1990 – 1995
20
Drs M Djakfar Ismail
1995 – 2000
21
Ir Abdullah Yahya, MS
2000 – 2006
22
Drs H Saifuddin AR SPMH M.Kes
Januari – Maret 2007
23
Mirza Ismail, Sos
2007 – 2012
24
Sarjani Abdullah
2012 – 2017

Referensi
H Muhammad Said, Wajah Rakyat Atjeh dalam Lintasan Sejarah, Agustus 1972,  Kutaradja, Panitia Seminar Pekan Kebudayaan Aceh II.
H M Zainuddin, Tarich Atjeh dan Nusantara, Cetakan I, 1961, Medan, Pustaka Iskandar Muda.
H M Zainuddin, Atjeh dalam Inskripsi dan Lintasan Sedjarah, Agustus 1972, Kutaradja, Panitia Seminar Pekan Kebudayaan Aceh II.
H M Zainuddin, Singa Atjeh, Biografi Sri Sulthan Iskandar Muda, 1957, Medan, Pustaka Iskandar Muda.
Iskandar Norman, Pidie Jaya dalam Lintasan Sejarah, Cetakan I, Desember 2011, Banda Aceh, Bandar Publishing.
M Junus Djamil, Silsilah Tawarich Radja-radja Keradjaan Atjeh, 1968, Kutaradja, Adjdam-I/Iskandar Muda.
Munawiah, Birokrasi Kolonial di Aceh 1903-1942, Cetakan I, Desember 2007, Yogjakarta, AK Group dan Ar Raniry Press.
T Ibrahim Alfian, Wajah Rakyat Aceh dalam Lintasan Sejarah, Agustus 1972, Kutaradja, Panitia seminar Pekan Kebudayaan Aceh II.
T Ibrahim Alfian,  Wajah Aceh dalam Lintasan Sejarah, Cetakan I, 1999, Banda Aceh, Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA).[]

 

Created By Sora Templates